Kajian Banjir Jakarta 1 Januari 2020 oleh BPPTPDAS Surakarta

PENDAHULUAN

  • Banjir di Jakarta sudah berulang kali terjadi. Perbaikan saluran drainase dan rehabilitasi DAS di hulu sudah banyak dilakukan namun banjir tetap saja terjadi. Untuk itu dilakukan analisis kejadian banjir Jakarta tanggal 1 Januari 2020 berbasis DAS yaitu DAS Ciliwung dan Cisadane.
  • Disamping curah hujan tinggi, penyebab banjir di Jakarta yang utama adalah berkurangnya daerah resapan air. Luas pemukiman di DAS Ciliwung mencapai 51% dari luas DAS sehingga sebagian besar air hujan langsung menjadi aliran sudah permukaan. Kondisi ini diperparah dengan letak Jakarta yang merupakan dataran rendah yang mudah terkena banjir
  • Hujan harian 100 mm sudah menyebabkan banjir di Jakarta (berdasarkan pengalaman kejadian banjir Jakarta tahun 2001). Pada kejadian banjir tanggal 1 Januari 2020 hujan di beberapa tempat mencapai lebih dari 300 mm/hari, maka banjir dipastikan menyebar di beberapa wilayah. Sebaran hujan tanggal 1 Januari 2020 bervariasi di hulu DAS sekitar 60 mm, di daerah tengah DAS 160 mm, dan daerah hilir DAS 187 mm (rata-rata dari beberapa stasiun hujan yang tersebar di DAS Ciliwung dan Cisadane).
  • Sampai dengan batas tertentu, hutan dapat mengurangi banjir, tetapi pada intensitas hujan yang melebihi 65 mm/kejadian hujan, penutupan hutan tidak dapat menahan banjir (Pramono et al. 2016)
  • Laporan ini akan menyajikan penyebab banjir dan solusinya dari aspek tata air, lahan, dan sosial ekonomi

PENYEBAB BANJIR

  • Pemicu utama terjadinya banjir adalah intensitas hujan yang tinggi, faktor lain yang berpengaruh adalah bentuk lahan yang berupa dataran rendah dan kurangnya daerah resapan air. Hujan harian maksimum tahunan di DAS Ciliwung bervariasi dari 83 mm (1988) sampai dengan 300 mm (2020).
  • Wilayah DKI Jakarta yang berada di bawah muka air laut seluas 40% dari total daratan yang ada (Sakethi, 2010).
  • Kondisi ini diperparah dengan penurunan muka tanah yang mengalami penurunan antara 0.18 sampai dengan 2,45 cm/tahun (Ramadhanis dkk, 2017).
  • Berkurangnya daerah resapan karena pertambahan penduduk yang tinggi menyebabkan kebutuhan rumah juga tinggi.
  • Masih kurangnya kesadaran masyarakat baik di wilayah hulu maupun hilir untuk melakukan upaya konservasi tanah dan air.
  • Belum optimalnya pelaksanaan dan penegakan aturan yang berkaitan dengan lingkungan hidup, sungai, DAS, serta konservasi tanah dan air baik yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

SOLUSI

  • Konservasi air
    Berdasarkan analisis kontribusi banjir dari masing2 sub DAS, dapat dilakukan konservasi air yang bertujuan untuk memasukkan air sebanyak-banyaknya ke dalam tanah. Kontribusi banjir dari Hulu Ciliwung sebesar 1,4 % dari seluruh DAS Ciliwung, sedangkan dari Hulu Cisadade sebesar 4,5% dari seluruh DAS Cisadane. Kontribusi banjir dari Bagian Tengah DAS Ciliwung dan DAS Cisadane masing-masing sebesar 6,5% dan 36,5% dari seluruh DAS. Kontribusi banjir dar Hilir Ciliwung dan sekitarnya 92,1%; di Cisadane hilir 58,8% (Sumber perhitungan BPPTPDAS, 2020). Rendahnya kontribusi banjir dari hulu DAS karena hujan yang terjadi di hulu juga kecil.
  • Pemanfaatan Riparian
    Riparian adalah zona peralihan antara sungai dan daratan yang dimanfaatkan untuk tanaman di tepi sungai. Beberapa manfaatnya adalah: mengurangi banjir, mengurangi sedimen terlarut, meningkatkan kualitas air, memberikan manfaat secara ekologis, memberikan manfaat secara ekonomi, memberikan beberapa manfaat lain seperti (produksi kayu, menjadi habitat satwa liar, meningkatkan estetika, untuk rekreasi, dan manfaat sosial lainnya)
    Secara lebih detil solusi penanganan banjir dibagi menjadi wilayah hulu, tengah dan hilir DAS. Solusi di daerah hulu: 1) Pembangunan rorak (jebakan air), 2) Pembangunan Embung, 3) Sumur resapan dan biopori (jika kelerengannya < 25%), 4). Dam penahan, 5). Dam Pengendali. Di daerah tengah: 1) Pembangunan Riparian zone, 2) Sumur resapan (khusus DAS Ciliwung 3) Revitalisasi Situ, 4) Kolam penampungan di pinggir sungai. Di daerah hilir: 1) perbaikan saluran drainase, 2) pembangunan polder
    Pengaruh konservasi air dalam mengurangi banjir

  • Sosial Ekonomi dan Kelembagaan
    Pada dasarnya perilaku air yang menyebabkan banjir di ibukota merupakan akibat dari perilaku manusia sendiri. Penanganan fisik dan struktur teknik sipil yang dibangun tidak akan efektif tanpa adanya perubahan pada perilaku manusia. Perubahan perilaku tidak hanya ditujukan bagi masyarakat tetapi juga bagi pemerintah. Untuk itu beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu:
    – Sosialisasi dan pendidikan dini untuk perilaku sadar lingkungan melalui pendidikan formal, non-formal, dan pemanfaatan media sosial
    – Pembangunan sistem tata kelola sampah mulai dari tingkat RT, sehingga masyarakat tidak merasa kesulitan dalam membuang sampah
    – Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan dan sampah
    – Penerapan insentif dan disinsentif terhadap upaya pengelolaan lingkungan serta konservasi tanah dan air, sesuai dengan peraturan perundangan yang ada, salah satunya adalah Undang-Undang No. 37 Tahun 2014 tentang Konservasi tanah dan air
    – Penegakan aturan yang berkaitan dengan lingkungan hidup, sungai, DAS, serta konservasi tanah dan air. Dalam hal ini diperlukan komitmen dari pemimpin dan pemerintah (pusat dan daerah) untuk lebih mengutamakan kepentingan lingkungan dari pada ekonomi.

PENUTUP

  • Pengurangan intensitas kejadian dan dampak banjir dapat dilakukan melalui upaya struktural dan non struktural secara simultan.
  • Penanganan banjir di Jakarta tidak hanya untuk mengalirkan aliran sungai ke laut secepatnya namun juga harus memperhatikan pasokan air ke dalam tanah karena hal ini akan mengurangi penurunan muka tanah, peningkatan penyimpanan air tanah dan pengurangan intrusi air laut.
  • Pengurangan resiko banjir dapat dilakukan dengan mengurangi limpasan permukaan dengan berbagai teknik konservasi air.
  • Khusus untuk DAS Ciliwung dan Cisadane perlu dibangun zone penyangga riparian dan pembuatan kolam-kolam air di sekitar sungai.
  • Pembiayaan konservasi air tidak hanya menjadi tanggung jawab wilayah hulu namun wilayah hilir perlu berkontribusi melalui mekanisme kompensasi hulu hilir (imbal jasa lingkungan) yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada (PP No.46 th 2017)

File asli : Kajian banjir jakarta 2020