- Pelatihan Operasional dan Pengolahan Data Drone untuk Mendukung Pemanfaatan Air Bawah Tanah di Wilayah Karst
- Strategi dan Kebijakan Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan
- Benang Kusut Tata Ruang, Hulu Bencana Banjir dan Longsor
- Nilai Properti di Daerah Terdampak Banjir Turun 20 Persen
- Langgar Tata Ruang, Bencana Banjir dan Longsor Pun Berulang
Mengurai Masalah dan Rekomendasi Penanganan Bencana Banjir Jakarta 2020
Forum Komunikasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Tingkat Nasional telah melakukan kajian dan menyusun rekomendasi Pengurangan Resiko Bencana banjir Jakarta dan sekitarnya yang terjadi pada awal tahun 2020.
Pointer Problem Definition :
Banjir Jakarta tidak terhindarkan (given), tetapi kita tidak boleh give up. Upaya untuk mengendalikan banjir sudah banyak dilakukan, tetapi bencana banjir masih berlanjut karena kompleks persoalannya. Karakteristik banjir Jakarta dibedakan menjadi tiga yaitu (i) banjir lokal; (ii) banjir ROB; (iii) banjir kiriman. Ketiga sumber ini seharusnya dapat dikendalikan secara serentak.
Keadaan dan permasalahan pemicu banjir yang terjadi di Jakarta dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Kondisi fisiografis Jakarta merupakan dataran banjir (flood plain) dan terjadinya fenomena penurunan muka air tanah yang berakibat pada penurunan tanah (land subsidence). Selain itu, ancaman juga karena kenaikan muka air laut/pasang air laut;
- Perubahan tata guna lahan di hulu-tengah DAS meluas dan tidak terkendali, hal ini mengakibatkan terbatasnya/menyusutnya daerah resapan air (recharge area), berkurangnya embung/ situ/ tampungan air/ cekungan air sehingga menjadi kendala besar pengendalian banjir di hilir DAS Ciliwung;
- Perilaku masyarakat kota masih banyak yang tidak ramah lingkungan, utamanya dalam hal sampah, dan pertanian tanpa upaya konservasi tanah dan air di wilayah tengah dan hulu DAS pada lahan pertanian dengan kemiringan besar (meningkatkan erosi-sedimentasi dan tanah longsor);
- Banjir belum menjadi key performance indicator dalam penyusunan RPJMD;
- Lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran perlindungan LH, utamanya alih fungsi lahan di wilayah resapan air (tengah dan hulu DAS);
- Tidak efektifnya kerja sinergis dalam pengendalian banjir antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat, termasuk para pelaku usaha dan masyarakat pada umumnya;
- Belum efektifnya pemanfaatan dana pemerintah dan pelaku usaha untuk pengendalian banjir.
Beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi problematika banjir yang terjadi di Jakarta adalah sebagai berikut:
A. Perencanaan
Merumuskan Grand Design Pengelolaan Sumberdaya Air (termasuk pengendalian banjir) DAS Ciliwung-Cisadane yang mencakup Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang-Bekasi dengan mempertimbangkan kondisi biofisik dan aspek social-ekonomi-kelembagaan. Mitigasi banjir tidak hanya fokus pada pendekatan sipil teknis, tetapi juga pendekatan non-fisik (social, politik, dan kelembagaan)
B. Adaptasi Bencana
- Meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana banjir dari berbagai perspektif;
- Sistem peringatan dini yang antisipatif dan efektif;
- Monitoring dan evaluasi kerentanan/ketahanan prasarana dan infrastruktur bangunan air.
C. Mitigasi Bencana
- Pembuatan Sumur Resapan kolektif (terutama di recharge area fi hulu dan tengah DAS), bangunan sipil teknis KTA dan vegetatif;
- Revitalisasi lahan basah (embung, situ, waduk, dan rawa);
- Penerapan konsep distribusi banjir. Banjir besar dipecah menjadi aliran/tampungan air kecil di Hulu dan Tengah DAS Ciliwung dan Cisadane. Untuk itu, perlu membangun dam/reservoir skala kecil hingga menengah dan menambah retensi air permukaan;
- Pembangunan/Perbaikan/Pemeliharaan sistem drainase yang memadai di bagian hilir DAS/kota Jakarta;
- Tanggul dan waduk lepas pantai untuk menampung aliran air sungai yang dilengkapi pintu pengatur air dan system pompa yang efektif;
- Teknologi Sistem Peringatan Dini yang terintegrasi dengan upaya mitigasi dan aksi dini terhadap bencana melalui Multi-Hazard Early Warning System yang dimiliki BNPB;
- Dalam penerapannya, solusi teknologi tersebut, menjadi wadah koordinasi bagi stakeholder terkait secara terpadu untuk pencegahan bencana serta dapat dimanfaatkan oleh masyarkat dengan mudah dipahami dan akurat;
- Teknologi Modifikasi Cuaca-TMC (dimiliki oleh BPPT), agar tepat sasaran perlu mengirimkan dua armada sekaligus, baik dengan metode semai garam menggunakan pesawat atau dengan teknologi flare. Proses operasional loading logistik harus cepat dikarenakan kedinamisan proses meteorologi yang tinggi;
- Terkait dengan upaya normalisasi (pelebaran, pendalaman, dan penguatan tanggul sungai) dan naturalisasi (membiarkan aliran sungai sesuai dengan alam termasuk penguatan tepi sungai/situ/embung dengan tanaman pohon berakar dalam), keduanya penting untuk dilaksanakan, tapi perlu diatur normalisasi dilakukan di daerah hilir DAS untuk melancarkan aliran air ke laut. Sementara naturalisasi dilakukan di tengah dan hulu DAS untuk menahan aliran air sebanyak dan selama mungkin di wilayah tersebut;
- Pengembang perumahan dan/atau perdesaan didorong untuk melakukan upaya penampungan dan peresapan air hujan ke dalam tanah serta upaya pemanenan air hujan sehingga dapat mengurangi jumlah air yang mengalir ke wilayah hilir;
D. Kelembagaan
- Integrasi perencanaan pengelolaan DAS/RTRW/RDTR lintas wilayah provinsi (DKI Jakarta-Jabar-Banten);
- Pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif (Optimalisasi Peran Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah);
- Pencegahan dan penanggulangan banjir harus menjadi key performance indicator dalam RPJMD
- Alokasi pendanaan (dana pemerintah dan badan usaha) lintas wilayah administrasi dalam pencegahan dan penanggulangan banjir;
- Strategi mitigasi bencana banjir jangka Panjang memerlukan dana besar. Pemerintah DKI Jakarta perlu melibatkan perusahaan besar dalam pendanaan program mitigasi bencana banjir;
- Memformulasikan dan meningkatkan kelembagaan terkait sumberdaya air yang bersifat lintas multidisiplin dan lintas kelembagaan dalam perencanaan ruang secara terpadu. Tipe susunan kelembagaan harus mempertimbangkan pentingnya kompensasi imbal jasa lingkungan antara hulu-hilir DAS.
- Perlunya edukasi dan advokasi masyarakat yang tinggal di hulu-tengah DAS Ciliwung dan Cisadane untuk mengelola dan mempertahankan pekarangan, kebun campuran, hutan rakyat, dan retensi air permukaan seperti kolam, check dam kecil dan sumur resapan;
- Merumuskan sistem insentif-disinsentif untuk kegiatan tersebut di atas (contoh : Pajak atau mekanisme lain).
Penutup:
Perlu political will dan sistem insentif-disinsentif dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara terintegrasi untuk meningkatkan urgensi pencegahan dan pengendalian banjir di Jakarta. Pendekatan mitigasi bencana banjir Jakarta seharusnya bergeser dari paradigma mitigasi bencana banjir secara Teknik sipil konvensional ke pendekatan pengelolaan DAS Ciliwung-Cisadane terpadu dari hulu ke hilir.
File asli :
Saran Masukan Forum DAS Tingkat Nasional