Studi Lapangan & Sosial MSFSCC: Agroforestri sebagai Transisi Sistem Pertanian yang Berkelanjutan

Kecamatan Karangkobar dan Wanayasa yang menjadi tempat pelaksanaan program MSFSCC berada di daerah tangkapan air Penanggungan dan Tamansari, sub DAS Merawu, DAS Serayu. Daerah tersebut masuk ke daerah hulu DAS yang memiliki fungsi lindung dan ‘seharusnya’ dibiarkan sebagaimana adanya. Namun, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, masyarakat di sekitar kawasan tersebut menggunakan lahan untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara bertani, bermukim, dan bentuk penggunaan lahan lainnya. Akibatnya, ketersediaan lahan pertanian produktif pun semakin menyusut karena alih fungsi lahan dan pengaruh perubahan iklim.


Masyarakat di kedua kawasan menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian dengan komoditas yang beragam, yakni kentang, kubis, buncis, dan komoditas sayuran maupun buah lainnya. Kedua kawasan menerapkan sistem pertanian yang berbeda, yakni sistem agroforestri di Desa Leksana dan pertanian intensif di Desa Penanggungan. Kedua sistem tersebut memiliki karakateristik pengolahan lahan, pertimbangan pengelolaanm, dan tingkat intervensi berbeda yang akan berdampak pada perubahan iklim dan ketahanan pangan. Pengusahaan transisi yang berkelanjutan sebagai proses perubahan struktural dalam sistem pangan yang dapat meningkatkan produk baru dan moda konsumsi serta praktek pertanian yang berkelanjutan baik dari segi sosial maupun lingkungan (Spaargaren, 2012) penting untuk dikaji.

Transisi sistem pertanian di Banjarnegara dan perkembangannya menjadi topik utama yang dikaji oleh keempat masiswa asing dari program MSFSCC sesuai bidangnya masing-masing. Mahasiswa dari Bern Universyty, Joep Van der Poel mengkaji mengenai perubahan sistem pertanian di kedua desa melalui pendekatan sosial dan lingkungan di tiga kategori penggunaan lahan berbeda, yakni lahan dengan tutupan pohon (forest plot), lahan agroforestri, dan lahan tanpa pohon (non tree plot). Selain Joep, mahasiswi dari BOKU, yakni Sara Andrea Vaca Sanchez mengkaji mengenai pengaruh penggunaan pestisida terhadap kualitas tanah pada lahan pertanian di kedua desa. Keduanya mencoba membandingkan sistem pertanian yang lebih mendukung transisi pangan berkelanjutan diantara kedua desa yang menerapkan sistem pertanian berbeda.

Selain kajian lingkungan, kedua mahasiswa lain dari BOKU, yakni Hermine Zimmermann dan Reinhard Rebernig turut mengkaji transisi berkelanjutan di kedua desa melalui pendekatan sosial. Hermine Zimmermann mengkaji mengenai family succesion, investasi, dan aktivitas konservasi dalam sistem pertanian yang dipraktekkan oleh keluarga petani di kedua desa. Sedangkan Reinhard Rebernig berfokus pada ketahanan petani dalam menghadapi tantangan-tantangan masa kini untuk mengusahakan sistem pertanian yang berkelanjutan di masa depan.

Kegiatan studi lapangan dan sosial yang telah berlangsung selama hampir dua bulan tersebut mencakup seluruh aspek yang mempengaruhi transisi sistem pertanian di kedua Desa Leksana dan Penanggungan. Pengambilan informasi dilakukan melalui household survey, Focus Group Disscussion (FGD), serta kegiatan lain yang dilakukan bersama dengan masyarakat. Kegiatan tersebut dilakukan setelah dilakukan persiapan selama dua minggu pertama di Universitas Gadjah Mada dengan bimbingan supervisor dari masing-masing mahasiswa.

Household survey dilakukan dengan mewawancarai delapan puluh keluarga petani di kedua desa dengan protocol yang mencakup fokus dari keempat mahasiswa. FGD dilakukan sebanyak dua kali, yakni innitial FGD di awal kedatangan mahasiswa untuk mendapatkan over view sejarah dan keadaan kedua desa dari perspektif masyarakat dan FGD kedua untuk melakukan klarifikasi serta pembahasan mengenai masa depan sistem pertanian. Kedua FGD tersebut memunculkan banyak perspektif dan temuan baru yang mengarah pada munculnya inovasi baru dalam sistem pertanian. Inovasi yang telah dilakukan berupa pengusahaan dan produksi kopi di Wanasari, desa Leksana dan pengembangan bibit vegetatif oleh warga di Penanggungan. Selain itu, keseharian peserta program MSFSCC juga diwarnai dengan kegiatan bersama masyarakat seperti mengikuti pertemuan kelompok tani, merayakan hari kemerdekaan Indonesia, merayakan kurban bersama, senam bersama, dan juga praktek menanam biji sengon bersama warga. Hasil dan temuan yang didapat selama studi lapangan akan dikaji lebih lanjut oleh keempat mahasiswa MSFSCC. Nantinya, kajian tersebut diharapkan mampu memberikan tambahan wawasan dan strategi dalam menghadapi isu ketahanan pangan dan perubahan iklim sesuai dengan fokus kajian program MSFSCC ini.

Kontributor :
Kristin Banyu Risang Hobo

Referensi:
Spaargaren G. 2012. Food practices in transition: Changing food consumption, retail and pro-duction in the age of reflexive modernity. Routledge, New York.

Leave a Comment