- Pelatihan Operasional dan Pengolahan Data Drone untuk Mendukung Pemanfaatan Air Bawah Tanah di Wilayah Karst
- Strategi dan Kebijakan Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan
- Benang Kusut Tata Ruang, Hulu Bencana Banjir dan Longsor
- Nilai Properti di Daerah Terdampak Banjir Turun 20 Persen
- Langgar Tata Ruang, Bencana Banjir dan Longsor Pun Berulang
Bentuk solusi konservatif untuk masyarakat Kecamatan Karangkobar Banjarnegara melalui Teknologi Biodigester Skala Rumah Tangga
Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah merupakan salah satu wilayah di hulu DAS Serayu yang memiliki tingkat kerawanan longsor tinggi. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun 2014, longsor pernah terjadi di Desa Jemblung Kecamatan Karangkobar yang menyebabkan 108 orang meninggal terkubur longsor. Kejadian longsor di wilayah ini disebabkan berbagai macam hal yaitu faktor fisik lingkungan dan juga faktor manusia berupa pemanfaatan lahan pertanian secara intensif. Pemanfaatan lahan yang intensif disebabkan karena mayoritas penduduk di wilayah ini memiliki aktivitas di sektor primer utamanya bidang pertanian, perkebunan dan, peternakan. Terkait dengan energi, penduduk wilayah ini pada umumnya baru memanfaatkan kayu bakar dan minyak tanah, belum memanfaatkan sumber energi yang terbarukan sebagai contohnya kotoran ternak. Pemanfaatan kayu bakar yang tinggi akan meningkatkan tekanan terhadap lahan.
Menanggapi fenomena tersebut, Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem (DTPB) Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM mencoba mengenalkan teknologi biodigester kepada masyarakat Desa Leksana, Kecamatan Karangkobar. Kegiatan yang dilakukan oleh DTPB FTP UGM merupakan rangkaian kegiatan Hibah Pengabdian kepada Masyarakat Education for Sustainable Development (EfSD) oleh PSBA UGM. Departemen TPB adalah mitra bagi Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM. Tim EfSD terdiri dari dosen TPB FTP UGM (Dr. Ngadisih) dan dosen Fakultas Kehutanan (Dr. Hatma Suryatmojo dan M. Chrisna Satriagasa, M.Sc) serta didampingi oleh Dr. Joko Nugroho WK.
Biodigester merupakan teknologi yang dapat menghasilkan sumber bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui karena menggunakan bahan baku yang berasal dari kotoran ternak. Teknologi biodigester dapat menjadi bahan bakar alternatif yang menggantikan kayu bakar dan minyak tanah untuk menunjang kehidupan masyarakat sehari-hari. Teknologi biodigester dikenalkan sebagai teknologi untuk menghasilkan gas methan yang digunakan penduduk sebagai energi untuk memasak di skala rumah tangga. Digester dengan spesifikasi volume 4 m3 berbahan fiber ini digunakan untuk 1 keluarga dengan ternak sapi 3 ekor, sebagai percontohan di wilayah tersebut. Pemilihan jenis biogas fiber didasarkan pada karakter wilayah yang bertopografi. Digester tipe bangunan tetap semen sangat potensi retak/rusak akibat pergerakan lereng (longsor).
Program pengenalan biodigester mendukung pertanian berkelanjutan di Kecamatan Karangkobar. Pengenalan biodigester diharapkan mampu mengedukasi masyarakat bahwa kotoran ternak yang selama ini dianggap masyarakat sebagai limbah ternyata dapat memberikan manfaat ekonomi sekaligus manfaat lingkungan.
Penerapan teknologi biodigester memberikan beberapa manfaat, antara lain : 1) mengurangi pencemaran lingkungan lingkungan akibat kotoran ternak yang menumpuk; 2) dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif untuk mendukung kegiatan harian masyarakat, contohnya memasak; 3) hasil samping telah berhasil diolah menjadi pupuk organik, sehingga masyarakat dapat menghemat biaya untuk pembelian pupuk dan meningkatkan pendapatan; 4) dapat menekan atau mengurangi harga produksi dalam kegiatan bertani; 5) teknologi biodigester menjadi salah satu bentuk upaya konservatif untuk mengalihkan dan mengurangi ketergantungan warga masyarakat dalam kegiatan pertanian intensif. Harapannya dengan adanya upaya-upaya konservatif tersebut, masyarakat daerah hulu dapat menjadi petani yang sukses dengan kemerataan sumber pendapatan, serta mampu mewujudkan kemandirian dalam desa tangguh bencana.