- Pelatihan Operasional dan Pengolahan Data Drone untuk Mendukung Pemanfaatan Air Bawah Tanah di Wilayah Karst
- Strategi dan Kebijakan Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan
- Benang Kusut Tata Ruang, Hulu Bencana Banjir dan Longsor
- Nilai Properti di Daerah Terdampak Banjir Turun 20 Persen
- Langgar Tata Ruang, Bencana Banjir dan Longsor Pun Berulang
Benang Kusut Tata Ruang, Hulu Bencana Banjir dan Longsor
JURNALISME DATA (8)
24 Februari 2023
Kompas menganalisis dua daerah aliran sungai (DAS) dengan indeks risiko bahaya bencana banjir dan longsor tertinggi adalah DAS Citarum dan Barito. Kedua DAS ini memiliki skor tertinggi dengan frekuensi bencana banjir dan longsor serta jumlah korban terdampak dan bangunan yang tertinggi di Indonesia.
Hasil analisis menunjukkan, terdapat ketidaksesuaian antara Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota di DAS Citarum dan DAS Barito dengan kondisi penggunaan lahan eksisting. Analisis dilakukan melalui tumpang susun peta RTRW dengan peta lahan terbangun dari Global Human Settlement Layer (GHSL).
Pola ketidaksesuaian fungsi lahan DAS Citarum dan DAS Barito, terjadi pada fungsi lahan sempadan badan air, lahan konservasi seperti hutan lindung, cagar alam, resapan air, serta lahan pertanian tanaman pangan dan perkebunan yang berubah menjadi lahan terbangun.
Pelanggaran aturan tata ruang berkontribusi pada terjadinya bencana hidrometeorologi. Penindakan pelanggaran telah dilakukan melalui sanksi administratif dan pidana, namun belum efektif memberikan efek jera.
Problem pemanfaatan ruang makin kompleks karena bencana pada suatu kabupaten dapat bermula pada persoalan pemanfaatan ruang di kabupaten lain yang bisa juga di bawah provinsi yang berbeda.
Staf Ahli Bidang Pengembangan Kawasan Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Budi Situmorang menyetujui bahwa akar permasalahan berada pada kepatuhan proses izin pembangunannya. Kementarian ATR/BPN telah melakukan audit pelanggaran aturan tata ruang di 151 kabupaten/kota sejak 2015.
Hasilnya terdapat 4.285 pelanggaran dan sebanyak 50 persen berlokasi di kawasan hutan. Dari pelanggaran tersebut, sebanyak 928 kasus statusnya telah dikenai sanksi administratif, empat kasus sedang diproses sanksi pidana, dan 3.353 kasus dalam proses tindak lanjut.
Budi mengakui bahwa keterbatasan sumber daya manusia membuat pengawasan susah melekat untuk setiap pelanggaran tata ruang.
Sumber : https://www.kompas.id/baca/investigasi/2023/02/23/benang-kusut-tata-ruang