Membangun Kemandirian Energi untuk mendukung konservasi DAS

Membangun masyarakat yang tinggal di daerah rentan bencana longsor memiliki tantanan tersendiri, terutama dalam menjaga interaksi antara manusia dan lingkungan, terutama dalam pemanfaatan lahan. Wilayah hulu DAS Merawu di Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara memiliki kerentanan bencana gerakan tanah (longsor) yang tinggi. Bencana longsor yang besar terjadi pada 12 Desember 2014 yang membawa korban jiwa lebih dari 100 orang.
Pemanfaatan lahan secara intensif telah mengganggu keseimbangan siklus hidrologi kawasan hulu dan mempercepat penjenuhan tanah yang berpotensi memicu gerakan tanah. Strategi yang dapat dilakukan adalah mengurangi ketergantungan dan intensitas pengolahan lahan yang dapat mengganggu siklus hidrologi kawasan hulu DAS yang memiliki fungsi sebagai kawasan lindung bagi kawasan dibawahnya.
Tim Konservasi DAS UGM mengajak masyarakat Desa Leksana untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas penanaman campur (agroforestri) untuk meningkatkan kemanfaatan secara ekonomi dan mengurangi intensitas pengolahan lahan. Pola agroforestri menjadi pilihan agar mampu menghasilkan multi produk dari tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan. Kemanfaatan yang lain yang diperoleh adalah ketersediaan hijauan pakan ternak yang mencukupi untuk usaha peternakan kambing dan sapi. Sementara sebagian warga memiliki ternak sapi namun kotorannya belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber energi terbarukan.

Warga Tamansari Mengamati Instalasi Biodigester

Warga Desa Leksana, Kecamatan Karangkobar, pada umumnya memanfaatkan kayu dan LPG 3 Kg sebagai bahan bakar rumah tangga. Pemanfaatan kayu bakar yang tinggi akan mengancam kelestarian pepohonan yang dapat mendukung kekuatan lahan. Padahal wilayah Karangkobar termasuk wilayah dengan kerawanan bencana longsor yang tinggi. Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium Pengelolaan DAS, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada mengenalkan teknologi Biodigester pada warga Dusun Tamansari, Desa Leksana, Kecamatan Karangkobar. Teknologi sederhana ini memanfaatkan kotoran sapi sebagai sumber energi dengan mengolahnya sebagai biogas. Selain ramah lingkungan, teknologi biodigester ini akan mengurangi pemanfaatan kayu sebagai bahan bakar rumah tangga. Penggunaan teknologi biodigester diharapkan akan menyokong upaya pelestarian hutan sebagai penyangga cadangan air sekaligus sebagai penguat sifat fisik tanah untuk mengurangi potensi pergerakan tanah.
Biodigester merupakan teknologi yang dapat menghasilkan sumber bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui. Hal ini karena bahan bakunya yang berasal dari kotoran ternak. Teknologi biodigester dapat menjadi bahan bakar alternatif yang menggantikan kayu bakar dan LPG 3 Kg untuk menunjang kehidupan masyarakat sehari-hari menuju kemandirian energi. Gas methan yang dihasilkan dapat digunakan penduduk sebagai energi untuk memasak di skala rumah tangga. Digester dengan spesifikasi volume 4 m3 berbahan fiber didukung ternak 3 ekor sapi dapat digunakan untuk mendukung kebutuhan 1 keluarga.

Nyala Api dari Biogas yang Dapat Digunakan untuk Keperluan Memasak

Pengenalan teknologi biodigester ini diharapkan mampu mengedukasi masyarakat bahwa kotoran ternak ternyata dapat memberikan manfaat ekonomi sekaligus manfaat lingkungan. Diantara manfaat tersebut adalah mengurangi pencemaran lingkungan lingkungan akibat kotoran ternak yang menumpuk; dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif untuk memasak; hasil samping dapat diolah menjadi pupuk organik; dapat menekan atau mengurangi harga produksi dalam kegiatan bertani; teknologi biodigester menjadi salah satu bentuk upaya konservatif untuk mengalihkan dan mengurangi ketergantungan warga masyarakat dalam kegiatan pertanian intensif.
Harapannya dengan adanya upaya-upaya konservatif tersebut, warga Dusun Tamansari, Desa Leksana dan sekitarnya dapat menjadi petani yang sukses dengan kemerataan sumber pendapatan, serta mampu mewujudkan kemandirian desa tangguh bencana.