Merancang Konservasi Ekosistem Waduk Mrica Berkelanjutan

Artikel Oleh : Hatma Suryatmojo

Kekritisan Ekosistem Daerah Tangkapan Air Waduk Mrica

Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu merupakan salah satu DAS kritis di Jawa Tengah (BPDAS SOP, 2004) yang meliputi beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, dan Cilacap. Luas DAS Serayu sebesar 4.375 km2 dan sungai utama memiliki panjang 180 km dengan 11 anak sungainya. Di dalam DAS Serayu terdapat Waduk Panglima Jendral Sudirman, atau dikenal sebagai Waduk Mrica. DAS Serayu yang merupakan satu dari 108 DAS di Indonesia yang masuk dalam DAS prioritas I dan menjadi prioritas dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014 (SK. 328/Menhut-II/2009).

Kondisi kritis di DAS Serayu disebabkan oleh semakin banyaknya praktik pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah dan air melalui pemanfaatan lahan secara intensif menyebabkan kawasan seluas 8.591 Ha atau 25,67% menjadi kawasan sangat rentan terhadap degradasi, 16.899 Ha atau 50,49% kawasan rentan terdegradasi dan sangat rawan longsor (Harjadi dan Paimin, 2012; Nugraha, 2014). Menurunnya produksi kentang dari 30 ton/ha menjadi 12 ton/ha, top soil yang hilang sehingga membutuhkan tambahan  media tanam dari kotoran ayam hingga 30 ton/ha, penggunaan pestisida yang berlebihan dan meracuni warga menjadi bukti-bukti rusaknya ekosistem dataran tinggi Dieng. Selain itu juga sehingga menyebabkan rasio debit maksimum dan debit minimum sungai sangat tinggi serta sedimentasi melebihi ambang batas laju erosi.

DAS Serayu dan Waduk Mrica didalamnya menjadi isu nasional karena adanya kerusakan di daerah hulu, tepatnya di kawasan dataran tinggi Dieng. Kawasan Dieng mengalami kerusakan yang parah dan telah terjadi degradasi lahan dan peningkatan erosi sekitar 161 ton/ha/tahun, yang menyebabkan sedimentasi ektrim di Waduk Mrica. DTA Waduk Mrica merupakan ekoregion dataran aluvial dengan material aluvium. Berdasarkan kajian daya dukung air di DTA Waduk Mrica termasuk dalam kategori banyak yg sudah terlampaui. Artinya, nilai kritis Daya Dukung dan Daya Tampung Air di daerah tersebut telah melebihi ambang batas (critical threshold). Perhitungan ketersediaan air dibandingkan dengan jumlah populasi, potensi dan ketersediaan sumber daya alam serta bentuk pemanfaatan air untuk pertanian, perikanan, perkebunan dan permukiman/lahan terbangun sudah terlampaui.

Upaya penyelamatan ekosistem Waduk Mrica dapat dimulai dari daerah hulu DAS dengan melihat keterkaitan kerentanan aspek sosial ekonomi dan aspek biofisik. Identifikasi kerentanan, baik kerentanan sosial ekonomi maupun biofisik dalam suatu DAS harus dilakukan secara terintegrasi. Kerentanan sosial ekonomi erat kaitannya dengan sumber daya alam di suatu daerah. Daerah-daerah dengan lahan terdegradasi akan menimbulkan kerentanan sosial ekonomi budaya jika sumber pendapatan utama penduduknya hanya dari sektor pertanian. Kerentanan biofisik juga dapat dilihat pada berbagai kejadian bencana terkait air, tanah dan pemanfaatan lahan intensif sehingga menimbulkan banjir, erosi dan longsor lahan.

 

Permasalahan

Erosi di daerah hulu Waduk Mrica yang melebihi batas erosi yang diperbolehkan menyebabkan sedimentasi yang sangat ekstrim di badan waduk. Indonesia Power Mrica selaku pengelola waduk memberikan laporan rutin pada tahun 2020 bahwa tingkat erosi di DAS Serayu, DAS Merawu dan DAS Lumajang berturut-turut sebesar 3,96; 16,44; dan 4,43 mm/thn. Volume sedimen yang mengendap di tahun 2020 sebesar 2,66 juta m3. Maka total volume sedimen yang mengendap di waduk mencapai 127,41 juta m3 atau 85,92% dari volume total waduk awal 148,29 juta m3. Maka total volume waduk hingga akhir tahun 2020 tinggal 20,66 juta m3 dan volume air efektif hanya 19,28 juta m3. Sedimentasi yang parah menjadi di Waduk Mrica menjadi penyebab terganggunya fungsi waduk sebagai sumber energi (PLTA) dan sumber air irigasi.

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Jawa (P3E Jawa) pada tahun 2020 melaksanakan pemantauan kualitas air pada sub DAS Merawu di Kabupaten Banjarnegara dan sub DAS Tulis di kabupaten Wonosobo. Sub DAS Merawu dan sub DAS Tulis termasuk dalam DTA Waduk Mrica.  Pemantauan pada sub DAS Merawu dilakukan pada 4 (empat) lokasi sampling dan pada sub DAS Tulis pada 3 (tiga) lokasi sampling.  Lokasi sampling pada sub DAS Merawu yaitu hulu sungai Sibebek dusun Jatilawang parameter BOD, Nitrit (NO2-N), orthofosfat, Total coliform melebihi baku mutu.  Pada hulu sungai Panasupan kecamatan Pejawaran parameter total phosfat, BOD, COD, total coliform melebihi baku mutu.  Pada dusun Karangsari kecamatan Pejawaran parameter BOD, COD, orthofosfat, total coliform melebihi baku mutu.  Pada hulu dusun Batur kecamatan Wanayasa parameter COD, BOD, orthofosfat, total coliform melebihi baku mutu.  Sementara lokasi sampling pada sub DAS Tulis di kabupaten Wonosobo, pada kawasan hulu Kalidesel Watumala parameter orthofosfat, BOD, total coliform melebihi baku mutu.  Pada lokasi sub DAS Tulis kawasan tengah, sampling dilakukan pada SPAS Pagentan dihasilkan parameter orthofosfat, BOD, total coliform melebihi baku mutu.  Lokasi sub DAS Tulis kawasan hilir, sampling dilakukan pada Karangnangka, Pagentan dihasilkan parameter Nitrit (NO2-N), orthofosfat BOD, total coliform melebihi baku mutu.

Tingginya parameter BOD memberi indikasi tingginya pencemar organik pada perairan yang dapat berasal dari aktivitas domestik, tingginya total coliform merupakan indikasi pencemaran tinja.  Nilai orthofosfat dan Nitrit yang melebihi baku mutu memberi indikasi pencemar dari sumber pertanian. Waduk Mrica mendapatkan input nutrien (TN 374.623,08 ton dan TP 41.117,18 ton) lebih tinggi dibandingkan output (TN 339.922,49 ton dan TP 33.179,15 ton) sehingga Waduk Mrica mengalami surplus TN dan TP masing-masing sebesar 34.700,59 ton (9,26%) dan 7.938,02 ton (19,31%). Surplus ini menjadi residu yang melayang dan kemudian terendapkan di sedimen Waduk Mrica. Sementara itu secara spasial N dan P yang masuk ke Waduk Mrica terdistribusi merata dari zona riverin sampai zona lakustrin.

Ancaman kelestarian waduk akibat sedimentasi dan pencemaran yang ekstrim dari daerah tangkapan airnya menyebabkan umur waduk berkurang drastis dan kelestarian ekosistem dalam wilayah DAS Serayu secara keseluruhan akan semakin rusak.

 

Rekomendasi Solusi

Aspek Perencanaan

  • Membuat payung hukum perencanaan berbasis ekosistem DAS dalam RTRW.
  • Penetapan batas badan waduk, kawasan sempadan waduk, dan kawasan perlindungan sempadan.
  • Penataan kawasan DTA berdasarkan fungsi (fungsi lindung, penyangga dan budidaya).
  • Penyusunan dan penetapan tata ruang kawasan Waduk Mrica.

Aspek Abiotik

  • Pengendalian erosi dan limpasan permukaan pada kawasan pertanian intensif.
  • Pengendalian pemanfaatan pupuk dan pestisida yang berlebihan.
  • Rehabilitasi lahan dengan cara sipil teknis.
  • Pembuatan bangunan pengendali limbah pertanian sebelum masuk ke sungai utama dan waduk.
  • Pembuatan tanggul dan pengerukan waduk.

 

Aspek Biotik

  • Pengenalan jenis komoditas baru yang produktif, nilai ekonomi tinggi, dan intensitas pengolahan lahan yang rendah. Misal: tanaman hias, carica, macadamia, terong belanda, teh, kopi dll.
  • Melakukan rehabilitasi lahan dengan cara vegetatif di kawasan sempadan dan DTA waduk.
  • Pembuatan demplot kombinasi tanaman pertanian, perkebunan, dan tanaman kehutanan agar memiliki strata tajuk lebih lengkap dan intensitas pengolahan lahan lebih rendah.

 

Aspek Sosial Ekonomi Budaya

  • Edukasi masyarakat dalam penerapan pola pertanian rendah dampak lingkungan.
  • Edukasi masyarakat tentang fungsi DAS, peran daerah hulu dan kelembagaan
  • Pengenalan kegiatan ekonomi kreatif dan produktif (sektor jasa) untuk mengurangi tekanan masy arakat terhadap penggunaan lahan.
  • Meningkatkan peran serta masyarakat, instansi pemerintah, lembaga lainnya untuk berperan aktif dalam memanfaatkan lahan sesuai RTRW.
  • Meningkatkan edukasi (merubah perilaku masyarakat) terkait pengelolaan lingkungan yang diarahkan pada pemanfaatan sumber daya alam yang ramah lingkungan mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.

 

Aspek Kelembagaan

  • Partisipasi para pemangku kepentingan dalam pengelolaan wilayah DTA secara kolaboratif.
  • Penataan zonasi tata guna lahan yg dikaitkan dg UU KTA No. 37/2014 dan RTRW
  • Penguatan kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan aktivitas pertanian dari perencanaan tanam hingga hingga pengolahan pasca panen yang terpadu.
  • Melibatkan forum DAS dalam mengintegrasikan RPDAST antara pemerintah, masyarakat dan lembaga lainnya.
  • Pengembangan pola imbal jasa lingkungan kepada masyarakat di wilayah DTA yang mampu berkontribusi pada pengendalian sedimentasi dan kualitas air yang masuk ke waduk.
  • Pembentukan Institusi Multipihak (IMP) yang terdiri dari para pihak yang berkepentingan dalam pengembangan dan implementasi imbal jasa lingkungan.